Senin, 03 Januari 2011

Masjid Tertua Di Jawa

 Masjid Agung Demak

HASIL PENELITIAN LOKASI KERATON KESULTANAN DEMAK


Foto: 'Jantung Kota Wali_Demak' (Doc_pribadi,2008)


Sebagai kerajaan Islam pertama di tanah Jawa, Demak tak hanya menjadi romantisme sejarah dari peralihan peradaban Hindu-Jawa ke Islam, tapi juga sebagai bukti sejarah tentang pergulatan politik di tengah islamisasi masyarakat pada masanya. Itu semua, berdasarkan dokumen-dokumen sejarah, tak ada yang bisa memungkiri. Tetapi, di mana sebenarnya lokasi keraton kerajaan yang didirikan oleh Raden Patah itu?
Banyak penelitian dilakukan, namun belum juga berhasil mengungkap di mana letak keraton kerajaan pesisir utara Jawa itu. Berikut ini saya kutipkan beberapa hasil penelitian:
HASIL PENELITIAN IAIN WALISANGA [1975]
Kemungkinan Pertama: Bekas Keraton Kesultanan Demak itu tidak ada. Kemungkinan ini disimpulkan dari keterangan bahwa Raden Patah mulai menyebarkan Islam di Demak semata-mata untuk kepentingan Islam. Pendirian Masjid Agung Demak yang dilakukan bersama para Wali songo merupakan simbol Kesultanan Demak. Sedangkan kediaman Raden Patah bukan berupa istana megah, melainkan rumah biasa yang diperkirakan berletak di sekitar stasiun kereta api sekarang.
Kemungkinan Kedua: Mengingat letak masjid pada umumnya tak terlampau jauh dari istana, letak Keraton Demak diperkirakan berada di tempat yang sekarang berdiri Lembaga Pemasyarakatan, yakni di sebelah timur alun-alun. Kemungkinan ini didasarkan pada nama-nama perkampungan yang diduga memiliki latar belakang historis seperti Setinggi (Sitihinggil), Betengan, Pungkuran, Sampangan, dan Jogoloyo.
Kemungkinan Ketiga: Letak Istana Demak berhadapan dengan Masjid Agung, menyeberangi sungai, ditandai adanya dua pohon pinang
HASIL PENELITIAN FAKULTAS SASTRA UNDIP [994-1995]
Tim peneliti dari Fakults Sastra Undip tahun 1994-1995 menyimpulkan bahwa lokasi Keraton Demak berada di dekat Masjid Agung dan alun-alun. Ditinjau dari segala aspek, baik secara historis, kultural, ekologis, politis, dan ekonomis, Keraton Demak paling relevan berada di sebelah selatan [bagian timur] alun-alun, menghadap ke utara, pada lokasi yang oleh masyarakat setempat disebut Setinggil.
HASIL PENELITIAN TIM PENCARIAN PUSAT DAN TATA LETAK PEMERINTAHAN KERAJAAN ISLAM DEMAK [Dipimpin Ir Sudjadi]
Tak ada satu pun buku, literatur, legenda, maupun babad yang menyingung perihal fisik Keraton Demak. Berdasarkan hasil tes geolistrik, yakni pemetaan wilayah menggunakan foto udara, juga hasil diskusi para peneliti, disimpulkan bahwa Keraton Kesultanan Demak berada di sekitar Masjid Agung yang sekarang berdiri Kantor Kejaksaan Negeri. Di lokasi ini pernah ditemukan juga keramik-keramik dari masa Kesultanan Demak.


Foto: 'Makam Kanjeng Sultan Fatah Demak' (Doc_pribadi,2008)

Sumber: dikutip dari artikel Djoko Yuwono (facebook)
http://tourism.pramesthi.com/index.php/history/4497/18-dimana-sih-lokasi-keraton-kesultanan-demak
0 komentar more...

Masjid Tertua di Jawa

by Manazati on Nov.22, 2009, under , , , , ,





Masjid Agung Demak

Awal Pembangunan Masjid Demak

Menurut Babad Demak tulisan Atmo darminto, tahun 1477 M / 1399 S dengan candra sengkala ‘Kori/Lawang Trus Gunaning Janmi’, tahun ini merupakan tahun pembuatan Masjid Agung Demak. Pendapat itu benar karena pada saat itu Adipati Anom Fattah membuat masjid kadipaten yang ukurannya lebih luas dari Masjid Glagahwangi agar daya tampung jamaah mencukupi. Masjid kadipaten rencananya didirikan di sawah Mendung Mangunjiwan mengingat lokasi pesantren di Mangunjiwan.

Sunan Kalijaga ditugaskan menjadi Arsitek masjid kadipaten agar proses pembangunannya berjalan dengan baik. Sebagai acuan para tukang membuat masjid yang sebenarnya maka Sunan Kalijaga membuat maket masjid kadipaten. Kemudian rencana pembangunan masjid yang disawah mendung dipindahkan ketempat yang sekarang di dekat alun-alun Demak, hal ini karena kemungkinan sebagai berikut :
- Daerah sawah Mendung Mangunjiwan kurang tinggi dan rawan banjir
- Tempat penggantinya diusulkan oleh Raden Fattah ditempat beliau menemukan serumpun glagah berbau wangi sebagai tetenger (monumental). Tempat pengimaman tepat sesuai letak ditemukannya serumpun Glagahwangi.

Pembangunan masjid kadipaten ini sempat terhenti pada saat Raden Fattah yang telah menjabat sebagai Adipati Bintoro, mendengar jatuhnya kerajaan Majapahit atas penyerangan Raja Kediri Prabu Ranawijaya Girindrawardhana serta kabar hilangnya ayahanda Prabu Brawijaya V yang tidak diketahui nasibnya. Tanpa fakir panjang Raden Fattah mempersiapkan diri menyusun kekuatan yang ada untuk menyerang Majapahit yang berakhir dengan kekalahan Pasukan Demak yang dipimpin oleh Sunan Ngudung, walaupun benar-benar merepotkan kekuatan Majapahit.


Melanjutkan Pembangunan Masjid Kadipaten Demak

Raden Fattah dan Para Wali melanjutkan pembangunan Masjid Agung Kadipaten Bontoroyang telah dimulai pada tahun 1477 M dan selesai pada tahun 1479 M / 1401 S, dengan ditandai Sengkala memet / gambar dengan bentuk Bulus. Kerata basa ‘Bulus’ yaitu ‘Yen mlebu kudu Alus’ artinya, siapapun yang masuk ke masjid untuk beribadah, harus halus lahir batinnya, tawadlu’ (merendahkan diri dihadapan Allah SWT). Juga mengandung makna bahwa Raden Fattah sedang prihatin/ memet/ mumet karena kerajaan ayahnya direbut Girindrawardhana dan gagal merebut kembali bahkan Sunan Ngudung gugur. Kemudian sesuai saran wali, diharapkan melanjutkan membangun masjid terlebih dahulu sambil melihat situasi dan kondisi. Ini mirip beladiri bulus yang menyembunyikan kepalanya bila dalam keadaan genting sambil melihat saat yang tepat untuk menyerang musuh. Namun Raden Fattah mengajukan syarat Mustaka Masjid yang akan dibuat nanti bentuknya runcing mirip angka 1(satu) Arab/ahad. Persyaratan itu sebagai lambing kejantanan bahwa Demak berani menghadapi pasukan Majapahit yang dikuasai Girindrawardhana. Juga mengandung pelajaran Tauhid bahwa Tuhan Allah itu Maha Esa.

Satu contoh kerukunan dan keikhlasan yang perlu ditauladani pada saat pembangunan Masjid Agung Demak adalah para Wali sampai kawula alit (rakyat kecil) terlihat ikut mengeluarkan jariyah berupa tenaga, pikiran dan materi sampai pembangunan Masjid Agung Demak selesai.






Deskripsi


Masjid tua ini memiliki struktur bangunan dengan nilai historis yang tinggi, dengan seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, memesona, dan berwibawa. Atapnya berbentuk limas piramida, bertingkat tiga susun, mirip bangunan kayu peninggalan Hindu dan Budha. Tiga susun atap ini dimaknai para wali sebagai aqidah Islamiyah yang terdiri dari Iman, Islam, dan Ihsan. Bangunan puncak dimaknai sebagai kekuasaan tertinggi hanyalah milik Allah. Uniknya, masjid yang sekilas tampak seperti kerucut raksasa itu ternyata terdiri dari tiga lantai. Lantai utama merupakan altar masjid yang tiap hari digunakan jamaah untuk kegiatan rutin keagamaan, lantai kedua merupakan rangka eternit yang lantainya dibuat dari kayu jati asli sejak zaman para wali. Lantai ketiga adalah puncak kubus yang menjadi penyangga kubah, dengan ruangan berukuran 6 x 6 meter2. Sayangnya, tak semua orang boleh naik hingga lantai dua dan tiga. Kedua lantai ini memang tertutup untuk umum, demi kepentingan perawatan dan keamanan bangunan yang usianya sudah sangat tua tersebut. Bangunan di bawahnya berdinding segi empat dengan empat soko guru sebagai pertanda bahwa para wali merupakan penganut mazhab 4, salah satunya Mazhab Imam Syafi’i. Uniknya, konon setiap soko guru dengan tinggi 1.630 cm ini dipancangkan ke empat penjuru mata angin oleh para wali sendiri, dengan bagian Barat Laut didirikan Sunang Bonang, Barat Daya oleh Sunan Gunung Jati, bagian Tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang di Timur Laut karya Sunan Kalijaga. Masyarakat menyebut tiang buatan Sunan Kalijaga sebagai Soko Tatal. Pada serambi terdapat bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit, yang merupakan benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V. Di dekatnya terdapat pintu masjid tergambar petir yang dinamakan “Pintu Bledeg” bertuliskan “Condro Sengkolo” yang berbunyi “Nogo Mulat Saliro Wani” yang bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M. Pada dinding depan masjid menempel 66 keramik berwarna biru dan putih, konon merupakan peninggalan Kerajaan Champa yang dicuri dari Kerajaan Majapahit. Di dalam masjid terdapat mihrab dengan prasasti bergambar bulus, yang merupakan prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti “Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M, merupakan warisan dari zaman Majapahit yang disebut Dampar Kencono. Sedangkan bangunan yang dikhususkan bagi wanita untuk shalat berjamaah dinamakan Pawestren. Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati dengan bentuk atap limas dari sirap kayu jati. Bangunan ini ditopang delapan tiang penyangga. Empat di antaranya berhias ukiran motif Majapahit, dibuat zaman KRMA Arya Purbaningrat sekitar tahun 1866 M. Begitu tingginya nilai historis dan arkeologis Masjid Agung Demak, maka para ahli yang tergabung dalam International Comission for the Preservation of Islamic Cultural Heritage yang meninjau masjid tersebut di tahun 1984 mengatakan bahwa Masjid Agung Demak merupakan salah satu di antara bangunan-bangunan Islam penting di Asia Tenggara dan dunia Islam pada umumnya


Daftar Pustaka:
Sejarah Demak – Matahari Terbit di Glagahwangi 
http://tourdejava-manazati.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar